KNPB Demontrasi |
Jayapura,-- Komite Nasional Papua Barat (KNPB) dalam Pers Release yang dikirimkan kepadamajalahselangkah.com, Rabu, (22/05/13) mengungkapkan lima tudingan Intelkam Polda Papua kepada KNPB. KNPB membantah tudingan itu, KNPB menilai tudingan itu tidak berdasar dan mereka malah menyampaikan 7 point sebagai desakan kepada Pemerintah Indonesia.
Sekretaris Umum KNPB, Ones Suhuniap dalam Pers Release itu mengatakan, pada 21 Mei 2013, Intelkam Polda Papua berdasarkan Undang-Undang No. 9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat Di Muka Umum serta peraturan Kepala Kepolisian Rebublik Indonesia No. 07 tahun 2012 Tetang Tata Cara Penyelenggaraan Pelayanan Pengamanan Dan Penanganan Perkara menyampaikan 5 point sebagai dugaan pelanggaran yang dilakukan KNPB.
Pertama, KNPB dianggap melanggar aturan karena pada tanggal 13 Mei 2013 memalang Kampus Universitas Cenderawasih. Dianggap, pemalangan itu mengakibatkan aktivitas perkuliahan terhambat.
Atas tuduhan ini, KNPB membantah bahwa pernyataan itu tidak benar karena aksi demo damai pada tanggal 13 Mei 2013 itu adalah aksi solidaritas dari semua organisasi di antaranya BEM Uncen, WPNA, Garda-P dan beberapa organisasi lainnya. "Yang palang kampus bukan KNPB. Tetapi, oleh kawan kawan mahasiswa yang peduli tentang kemanusiaan," katanya.
Kedua, pada tanggal 2 Mei 2013, Intelkam Polda Papua menuduh KNPB melakukan pelemparan. Menurut Ones Suhuniap, ini tidak benar. Kata dia, pelemparan itu dilakukan di baliho salah satu calon gubernur dan KNPB tidak pernah perintahkan itu. Pelemparan dilakukan oleh orang di luar KNPB, lawan politik memanfaatkan situasi.
Ketiga, jalan-jalan macet dan lalulintas terganggu saat KNPB melakukan aksi demontrasi. Hal itu oleh Intelkam Polda Papua melanggar aturan. Atas point ini, KNPB menilai polisi salah alamat. Karena, menurut mereka yang mesti disalahkan adalah pemerintah kota dan pemerintah Provinsi. Karena, katanya, jalan Ibu Kota Provinsi seharusnya diperlebar dan bangunan ruko-ruko dan pedagang kaki lima di pinggir jalan seharusnya jauh beberapa meter.
KNPB juga menilai, Polisi tidak menyinggung soal kegiatan masyarakat seperti Pernikahan, KKR, Pertandingan bahkan juga pada saat olahraga senam dan lainya yang ikut memacetkan jalan. "Jadi kami KNPB dianggap melanggar aturan berati setiap kegiatan mayarakat di pinggir jalan sampai macet juga melangar aturan lalulintas. Kenapa hanya KNPB yang disalahkan? Salahkan kepada pemerintah untuk merenovasi jalan dan bagunan di kota ini."
Keempat, Ones Suhuniap mengatakan, Polda menuduh KNPB menghambat aktivitas masyarakat pendatang saat aksi demontrasi, misalnya pedagang dan lainnya di jalan. Kata Ones, pihaknya tidak mengusir orang dalam aksi demo. "Pada saat aksi, kami biasa beli air di toko-toko di pingkir jalan, tidak pernah melarang mereka cari makan di tanah ini. Dan, tidak pernah kami ancam untuk menutup usaha mereka pada saat kami aksi. Kalo memang ada pada saat aksi demo KNPB berarti itu oknum dan pihak-pihak yang tidak suka dengan aksi demo KNPB, bukan KNPB."
Kelima, Polisi menuduh, pada 2 Mei 2013, saat aksi, KNPB melakukan penganiayaan terhadap masyarakat dan anggota TNI di sepanjang jalan. Kata KNPB, tudingan itu tidak benar karena pihaknya tidak melakukan aksi demo pada tanggal 2 Mei 2013. "Pada 2 Mei 2013, kami tidak ada kegiatan demo, kecuali pada tanggal 1 Mei 2013 kami mengadakan ibadah peringatan hari aneksasi di Kampung Harapan Sentani. Jika ada kapan dan di mana serta siapa yang melakukan pengananiyaan terhadap masyarakat dan anggota TNI tersebut?" tanya KNPB.
Lima tudingan di atas dianggap KNPB, skenario negara melalui polisi di Papua untuk melumpuhkan kebebasan ekspresi rakyat Papua. Mengacu pada UU No. 9 tahun 1998, Bab III pasal 7 hak dan kewajiban sebagaimana yang disampaikan oleh Direktur Intelkam Polda Papua, KNPB menilai, Poldalah yang melakukan pelanggaran di Papua.
"Kami menilai Polisi sebenarnya terus-menerus melakukan kejahatan di Papua. Polda Papua dan Densus 88 menembak mati Mako Tabuni (Ketua KNPB) dan Hubertus Mabel (Ketua Komisariat KNPB Pusat) dengan tuduhan otak di balik aksi-aksi penembakan di Papua. Padahal penembakan itu hanya cuci tangan dari pihak aparat keamanan dan upaya kriminalisasi gerakan rakyat Papua," katanya.
Oleh karena itu, kata Ones, KNPB meminta Polda Papua dan Pemerintah Indonesia jangan membungkam hak politik dan hak sipil rakyat Papua Barat, dan KNPB tanpa dasar hukum yang jelas.
Dikatakan, mengacu pada Undang-Undang No 9 BAB III Pasal 7 poin a, dan poin c maka pemerintah Indonesia harus bertanggung jawab atas penembakan Mako Tabuni dan Hubertus Mabel.
KNPB juga menegaskan, KNPB sebagai Media Nasional Rakyat Papua Barat tetap akan melakukan perlawanan dalam hal ini aksi demo damai dan yang bermartabat untuk menuntut hak penentuan nasib sendiri bagi rakyat Papua Barat. Sebab, kata dia, hak politik rakyat tidak bisa dibatasi oleh siapa pun, dijamin Hukum Internasional.
Dalam pernyataan itu, KNPB juga meminta Polda Papua menghentikan pengkambinghitaman KNPB dan membebaskan Ketua KNPB, Victor Yeimo. Juga, Polda Papua diminta hentikan provokasi rakyat Papua melalui pendekatan persuasif membagikan sembako di asrama-asrama, gereja dan linggungan masyarakat, sebab Polda dan Polres itu bukan Dinas Sosial.
Pada akhir pernyataan, Sekjed KNPB Ones Suhuniap meminta Pemerintah Indonesia berhenti isolasi Papua dan membuka akses jurnalis internasional ke Papua dan Pelopor Khusus PBB. (GE/Majalah Selangkah)
0 komentar:
Posting Komentar